Refleksi Satu Semester
Tidak terasa, sudah hampir lima bulan semenjak saya sekeluarga meninggalkan Indonesia dan tinggal di Manchester. Walaupun tentunya ada enak dan tidak enak, secara keseluruhan pengalaman ini terasa menyenangkan. Pada saat tulisan ini dibuat, saya sedang merapel bahan bahan kuliah untuk persiapan ujian. Sebari rehat sejenak, berikut refleksi empat bulan pertama menempuh pendidikan master di Inggris.
Proses Pendaftaran dan Administrasi
Mungkin terdengar klise, tapi pengalaman kuliah di kampus ini terasa sempurna. Everything is awesome, sedari awal semenjak pendaftaran.
Ketika masih di Jakarta dan awal masa pendaftaran, saya datang ke booth University of Manchester (UoM) di pameran pendidikan tinggi uni-eropa. Sudah lebih 2 minggu semenjak saya mengirimkan aplikasi namun belum ada jawaban. Niat saya hanya ingin memastikan rentang waktu respons namun petugas admisi mencatat nomer registrasi dan berjanji untuk membantu mengecek. Besoknya beliau mengirim email bahwa aplikasi saya sudah berada di tahap akhir dan dua hari kemudian, letter of admission berhasil saya dapatkan. Gestur ini sangat mengena sekali, menunjukkan profesionalisme dan pelayanan dari kantor admisi UoM. Ini juga yang menjadi salah satu pendukung kecil untuk mengambil offer dari sini.
Ketika sampai di Manchester dan menjalani orientation week, administrasi UoM juga memastikan mahasiswa mendapatkan semua hal yang diperlukan sebelum kuliah dimulai seperti kartu mahasiswa, pengantar bank account, surat bebas council tax dan lain lain. Universitas juga menyediakan layanan konsultasi untuk mengecek surat kontrak dengan landlord / agen properti.
Terdengar sederhana, tapi layanan seperti ini benar benar mengurangi kegelisahan dan kekhawatiran mahasiswa yang sedang settle in. Setidaknya kalau semua urusan administrasi beres, kita bisa fokus kuliah.
Alan Gilbert Learning Commons
Kampus UoM menyediakan 12 perpustakaan sebagai tempat belajar, termasuk diantaranya main library di tengah kampus, John Rylands perpustakaan kuno yang jauh di tengah kota dan Alan Gilbert Learning Commons (Algil). Yang terakhir adalah tempat favorit saya di kampus.
Algil sebenarnya bukan perpustakaan tapi tempat belajar umum. Algil didesain seperti coworking space dimana banyak tempat terbuka dan beberapa ruangan tertutup tersedia untuk group meeting. Ada juga sleeping pod untuk tidur siang, yang kurang mungkin hanya meja pingpong. Suasana disini dibuat mirip dengan kantor startup.
Meskipun gedung tiga lantai ini buka 24 jam sehari 7 hari seminggu, tetap saja AlGil hampir selalu penuh. Beberapa kali saya bermalam untuk tugas dan sampai jam 3 pagi pun gedung ini masih terasa ramai walaupun volumenya berkurang. Melihat begitu banyak orang yang serius belajar, membuat terpacu untuk membaca kembali materi kuliah atau mengerjakan sesuatu disini. Seeing all these people so serious about their study really deters procrastination effectively, peer pressure surely does work.
Sistem Perkuliahan Kelas dan Seminar
Saya mengambil jurusan Innovation Management dan Entrepreneurship, bagian dari fakultas bisnis. Ada empat mata kuliah di semester pertama dan 3 diantaranya di ajarkan dengan metode kelas-seminar. Di metode ini, pertama materi kuliah di ajarkan di kelas lalu di minggu yang sama didiskusikan kembali di seminar. Untuk seminar, kelas dibagi menjadi kelompok yang lebih kecil untuk memfasilitasi diskusi.
Black Friday + English Weather = Seminar eksklusif untuk 4 orang
Sebagai ilustrasi, misal minggu ini yang dibahas adalah Managing Creative People. Di kelas besar, dosen memberikan kuliah tentang konsep, contoh dan paper paper yang membahas akademik tentang ini. Untuk seminar, study case bagaimana Pixar memanage kreativitas diberikan dan dosen kemudian memfasilitasi diskusi. Di sesi ini, mahasiswa mendiskusikan bagaimana konsep di aplikasikan, faktor internal-eksternal yang mendukung aplikasi konsep tersebut, apakah kekurangan dan kelebihannya dan lain lain. Di mata kuliah tertentu, mahasiswa yang memimpin jalannya seminar sehingga mereka bisa menentukan sendiri arah diskusinya.
Metode ini cocok untuk saya karena untuk memahami sebuah konsep atau ide yang kompleks , saya harus membayangkan seperti apa aplikasi konsep ini. Selain itu , di seminar saya bisa merelasikan pengalaman kerja terdahulu untuk mencerna materi dan juga membangun argumentasi.
Komposisi Kelas
Satu kelas terdiri dari hampir 90 mahasiswa. Awalnya, saya mengira komposisi mahasiswa mayoritas akan diisi experienced professional. Namun ternyata, untuk angkatan 2016 sebagian besar adalah freshgrads yang baru lulus. Bukan masalah besar sebenarnya, paling ketika diskusi ada beberapa pendapat yang sedikit mengawang-awang. But one can say that could add creativity to the discussion.
Dengan komposisi umur yang sebagian besar dibawah 25 tahun, saya menjadi yang mahasiwa paling tua di kelas. Sebelum berangkat, saya berdiskusi dengan salah satu kolega dan dia mempertanyakan kenapa tetap melanjutkan sekolah diluar sementara umur sudah hampir 30 dan saya baru saja mempunyai anak. Well, apapun yang terjadi umur akan bertambah juga nantinya dan mumpung diberi kesempatan, kenapa tidak.
Kerja kelompok
Now this is the most challenging part. Bekerja dalam lingkungan multi nasional dengan deadline yang cukup ketat tentunya tidak mudah. Dan lagi, semua mata kuliah terdapat kerja kelompok oleh karena itu saya harus bekerja dengan empat kelompok berbeda. Kalau apes mendapat teman kerja yang tidak kooperatif, ujung ujungnya bisa emosi. Untungnya, saya tidak mendapat masalah berarti untuk ini dan semua tugas bisa diselesaikan dengan baik.
Beberapa tips yang berguna untuk bekerja kelompok dengan baik :
Tawarkan untuk jadi fasilitator. Ini berarti bersukarela membuat grup WA, mengajak untuk meeting pertama dan menulis notes meeting. This sounds like doing a dirty job tapi ada dua keuntungan yang didapat dari sini. Pertama, untuk memastikan agar tugas tetap ada kemajuan. Yang kedua, orang lebih mudah untuk setuju dengan kita jika kita melakukan sesuatu untuk mereka terlebih dahulu.
Fleksibel untuk memimpin dan dipimpin. Jika ada teman setim yang vokal dan ingin tampil ke depan, maka saya menjadi supporter yang baik. Kalau sepertinya timnya sedikit pasif, maka saya akan mulai memimpin diskusi. Mengurangi potensi konflik dan yang terpenting tugas terdeliver dengan baik.
Kerjakan sendiri semuanya. Terkadang, tim yang tidak kondusif tidak bisa dihindari. Yang paling sering terjadi, ada anggota tim yang tidak komitmen dengan tugas or someone is just plainly being an asshole. Bisa juga ketika ada tugas lain yang deadlinenya berdekatan, sehingga saya ingin menyelesaikan pekerjaan ini lebih cepat. Jika ini yang terjadi, tidak ada cara lain selain kerjakan semuanya sendiri. Kerja lebih banyak tetapi kekhawatiran berkurang.
Support system dari universitas
Yang saya rasakan, universitas mendukung sekali mahasiswanya untuk sukses. Sebagai contoh di musium ujian seperti ini, semua perpustakaan buka lebih malam dan fasilitas olahraga kampus digratiskan. Workshop akademis seperti bagaimana membuat summary, membaca paper dan menulis essay diadakan lebih sering. Bahkan disediakan juga workshop mental support seperti bagaimana mengurangi prokrastinasi, meditasi dan memanage stress masa ujian.
Mengenai ujian, saya rasakan dosen di semua mata kuliah mencoba untuk membuat proses ujian tidak terlalu membebani. Kelas terakhir di semester di gunakan untuk membahas kisi kisi soal ujian, bagaimana struktur jawaban yang mereka harapkan dan juga buku dan paper yang harus direview kembali. Contoh soal dan jawaban dari soal tahun lalu juga diberikan sehingga mahasiswa punya gambaran.
Experiencing for all this, i feel that the whole university are trying their best to ensure your success.
Tiket bola dan konser harga mahasiswa
Sebagai fans Manchester City, saya tidak bisa memilih kampus yang lebih baik dari ini. Fans United juga akan setuju dengan saya. Secara rutin, tiket City dan United di jual di UoM student union dengan harga mahasiswa. Sebagai gambaran, tiket 16 besar liga champions City vs Monaco dijual dengan harga 20 pounds sementara harga normal 40 pounds.
Fasilitas kampus UoM lain yang juga favorit saya adalah Manchester Academy. Venue didalam kampus yang rutin mendatangkan band band kelas dunia. I just couldt believe my luck when i found out this gem the first time in campus. Tiket Jimmy Eat World dan Sum 41 saya dapatkan dengan 20 pound saja sementara rerata harga tiket konser disini sekitar 60–80 pounds. Selain itu, karena lokasinya di kampus, tinggal melipir saja seusai kelas dan tidak perlu pusing untuk transportasi sepulangnya.
Namun yang menyebalkan, terkadang jadwal band beririsan dengan deadline tugas. I was writing essays in Alan Gilbert when literally on the next building Killswitch Engage and Bullet for My Valentine played together.
Tentang passion dan kerja keras
Secara keseluruhan, pengalaman kuliah master selama ini melebih ekspektasi. Saya merasa nyaman baik dari sisi akademis maupun atmosfir kota Manchester sendiri. Namun tentu saja tidak membuat kuliah menjadi lebih mudah.
Satu sesi kelas besar berdurasi 3 jam dengan 10 menit break di tengah. Dengan durasi sepanjang itu, konsep, aplikasi dan diskursus dijejalkan dalam sekali jalan. Krusial sekali untuk mencerna materi sebelumnya, sehingga dikelas pemahaman bisa dikonfirmasi, bertanya jika ada yang tidak mengerti dan memungkinkan untuk berkontribusi dalam diskusi. Jika masuk kelas tanpa persiapan dan yang terjadi adalah perasaan overwhelming karena dosen berganti dari satu topik ke yang lain dengan cepat. Seperti memegang gelas di bawah aliran air terjun.
Ketika masa ujian seperti ini, saya merasakan betapa krusialnya untuk mencerna materi dengan baik ketika di dalam kelas. Persiapan menjadi lebih ringan dan lebih mudah untuk menariknya kembali di kertas ujian karena telah masuk kedalam memori jangka panjang.
Mencerna slides, paper dan studi kasus sebelum masuk kelas dilanjut dengan presentasi pembahasan paper untuk seminar setelah kelas
Dari kelas ke seminar, rata rata ada jeda 2 hari. Walaupun format seminar hampir sama, tiga mata kuliah mewajibkan tugas yang berbeda setiap minggunya. Mulai dari mencicil bagian dari business plan, mempresentasikan paper atau menuliskan rekomendasi untuk sebuah studi kasus. Semua tugas seminar adalah tugas kelompok sehingga sebelum seminar harus tim harus meeting dan mengerjakan terlebih dahulu.
Dengan empat mata kuliah dan tiga seminar setiap minggunya, deadline berkejaran seperti skena ikan terbang di film Life of Pi. Sebelum masuk kuliah, saya membaca survival tips untuk graduate student di Reddit.
Treat your study like a day job, do it 8 hours a day eventhough you dont go to class everyday.
I tried to do this and i could say this tips works wonders for me. Mengutip idola anak anak kekinian jaman sekarang, usaha keras memang tidak mengkhianati .
Selain itu, faktor yang paling membantu sebenarnya adalah : jurusan ini sesuai dengan minat saya. Materi yang diberikan membuat saya tertantang, paper paper di jurnal Research Policy cukup enak untuk dicerna dan beberapa buku referensi seperti Lean Startup dan Frugal Innovation memang buku yang saya tertarik untuk baca sebelum terpikir untuk melanjutkan kuliah.
Reflecting my first semester journey, i cannot imagine how miserable and difficult it is if i was taking a course that didnt resonate with me. I am lucky i did and this will be my main advice for anyone considering going back to school for Masters degree.
Semester dua, persiapan disertasi dan mata kuliah baru menunggu setelah ujian. Namun sebelum itu semua, saya ingin santai terlebih dahulu. Definisi santai disini adalah duduk di Algil yang kembali lenggang dan membaca baca edisi terbaru Harvard Business Review dengan headphone tertanam di telinga.
Artikel ini dipublikasikan sebelumnya di blog personal saya.